REALITAS DAN RESPONS
DALAM MENJAWAB TANTANGAN JAMAN
DENGAN MEMAKSIMALKAN PERANNYA SEBAGAI GENERASI MUDA
Oleh
Bapak Lenis Kogoya
Evangelist
National Evangelical Church
Jogjakarta Area
and Central Java
DIPRESENTASIKAN KEPADA
JEMAAT SAMARIA GIDI YOGYAKARTA
PADA PENERIMAAN PEMUDA PEMUDI DI
JEMAAT SAMARIA
GEREJA INJILI DI INDONESIA YOGYAKARTA
LOSMEN ANOMA PARANGTRITIS
YOGYAKARTA
TANGGAL 14 - 15 OKTOBER 2011
HISTORICAL,
REALITAS, PROBLEMA & RESPONS
JEMAAT SAMARIA
GIDI YOGYAKARTA
I. Latar Belakang dan
Perkembangan Gereja Injili Di Indonesia
Irian Jaya merupakan sebuah pulau yang terletak di bagian timur negara Republik
Indonesia. Sekitar tahun 1950an tanah ini tengah dikuasai dan dipimpin oleh
pemerintah Belanda, pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Dan situasi keamanan
pulau ini belum stabil, sehingga dikendalikan sepenuhnya oleh penguasa saat
itu. Sementara itu para badan misi tengah berjuang untuk memasuki tanah Irian
Jaya, dengan adanya kabar bahwa sedang ada penduduk pegunungan tengah yang
belum diterangi dengan Injil. Hal ini terlihat jelas dari perjuangan dan
keberanian seorang misi yang bernama Ebenezer Vine yang pada
waktu itu menjabat sebagai ketua misi RBMU, yang berkali-kali mendatangi
pemerintah Belanda untuk mendapat ijin masuk di tanah ini,[1]
terutama daerah pegunungan tengah.
Dan perlu diketahui bahwa pada waktu itu sudah 102 tahun atau kurang lebih
satu abad Injil sudah masuk di tanah Irian Jaya, tepatnya di pulau Mansinam di
Manokwari terhitung dari 05 Februari 1855. Namun demikian, penduduk yang berdomisili
di sepanjang pegunungan tengah Irian Jaya belum dijangkau oleh masuknya Injil
tersebut. Karena itu Roh Kudus sebagai sentral pelaksana misi pertumbuhan
gereja itu terus mendorong para hamba-Nya (misionaris) untuk memasuki
daerah tersebut, sehingga akhirnya dijinkan untuk masuk di Irian Jaya oleh
pemerintah Belanda. Kemudian dengan menghadapi berbagai tantangan dan problema,
para misi tersebut memulai pelayanan pada tahun 1953. Problema yang paling
mendasar adalah dengan belum adanya landasan penerbangan, sehingga para
misionaris mengalami kesulitan. Namun demikian, dengan berkat Tuhan danau asbol
disiapkan Allah untuk menjadi jalan anugerah Allah, guna menerangi wilayah
pegunungan tengah dengan Injil Kristus, yang mana sedang diselimuti oleh
kegelapan dan yang dihantui oleh tipu muslihat iblis itu. Dan itu terjadi
setelah 3 tahun kemudian berhasil memasuki dan memulai pelayanan daerah
pegunungan tengah.
II. Pendiri Gereja Injili Di Indonesia.
Jadi Gereja Injili Di Indonesia merupakan hasil ketaatan dari tiga badan
missi pada Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus (Mat. 28 :19-20; Mrk.
16 :15; Luk. 24 :47,48; dan Kis ras. 1 :8). Ketiga badan mssi
tersebut adalah: (1). Asia Pacific Christian Mission (APCM), (2). Unevangelized
Fields Mission (UFM) kini dikenal dengan sebutan Cross World, (3). Regions
Beyond Missionary Union (RBMU) kini dikenal dengan sebutan World Team.[2]
Ketiga badan ini merintis pekabaran Injil di pedalaman Irian Jaya yang dimulai
pada tahun 1957.[3]
Kemudian pada tahun 1963 gereja ini didirikan sebagai salah satu denominasi di
Indonesia dengan nama Gereja Injili Irian Barat (GIIB) sesuai dengan nama Irian
Barat. Kemudian ketika Irian Barat kembali ke pangkuan pertiwi, nama Irian
Barat menjadi Irian Jaya, sehingga secara otomatis nama denominasi ini berubah
menjadi Gereja Injili Irian Jaya (GIIJ). Dua puluh lima tahun kemudian nama
denominasi ini berubah lagi menjadi Gereja Injili di Indonesia (GIDI), yakni
ketika sidang raya sinode GIIJ yang ke- XIII bulan Juni 1988 di Karubaga,
Jayawijaya. Perubahan nama gereja ini terjadi karena pelayanan GIIJ sudah
keluar dari Irian Jaya ke pulau lain di nusantara ini, yaitu di pulau Jawa
tepatnya di Yogyakarta dengan pendirian gereja lokal yang disebut jemaat
Samaria. Kemudian menyebar ke Barat dan ke Timur pulau Jawa sampai di Bali dan
Lampung. Selain itu juga menyebar ke Aceh dan Kalimantan. Kemudian berkembang
lagi di beberapa negara seperti Papua New Guinea (PNG) dan Australia.
Kemudian 5 tahun yang lalu GIDI, tepatnya pada tanggal 20 Nopember 2006 telah
mengadakan memoradum of understanding (MoU) dengan Gereja Anak Domba di
Yerusalem.
III. Penghambatan terhadap Jemaat Samaria Gereja Injili Di
Indonesia
Perlu diingat bahwa perkembangan dan pertumbuhan gereja ini tidak terjadi
bebas dari tantangan dan masalah. Karena itu meskipun gereja ini mengalami
berbagai kendala dan tantangan atau cobaan, namun tetap eksis dalam ketaatannya
pada Amanat Agung Tuhan Yesus, sehingga terus bertumbuh dan berkembang hingga
saat ini. Dalam hal ini seperti yang dikatakan oleh Richardson dengan
melihat kenyataan perkembangan sekarang bahwa ”sekalipun masih perlu banyak
penyesuaian, namun masyarakat Dani tampaknya telah berhasil terjun dengan
selamat dan tetap tumbuh dengan baik.”[4]
Hal ini dikatakannya setelah melihat ketaatan dalam mengutamakan pelaksanaan
amanat agung dengan menghiraukan segala kendala, kekurangan dan keterbatasan
bahkan tantangan yang ada. Karena itu perlu saya garis bawahi di sini segenap
warga jemaat Gereja Injili Di Indonesia memiliki kepeduliaan yang sangat
mendalam terhadap ketaatannya pada amanat agung yang dinyatakan melalui sikap
dan rasa nasionalisme GIDI yang sangat mendalam yang dimiliki oleh warga
denominasi tersebut. Ini telah dan sedang terjadi dengan kesungguhan hati oleh
seluruh jemaat GIDI dengan mengabaikan sederetan persoalan dan tantangan
seperti, keterbatasan, kekurangan dan sebagainya. Hal inilah yang diakui oleh
para pengamat dan pelaksana misi lintas budaya sedunia, sebagaimana diakui oleh
Donn Richardson di atas dan John Dekker. Sebab dalam ketaatannya, Amanat Agung
Tuhan Yesus menjadi perhatian utama dalam pelayanan di gereja ini, yang
dibuktikan selama kurang lebih 48 tahun ini, di mana telah menjangkau banyak
suku baik di seluruh tanah Papua maupun di seluruh negeri ini sebagaimana yang
disebutkan di atas, sehingga GIDI menjadi milik semua suku, bahasa dan
bangsa.
Di dalam menghadapi tantangan dan hambatan dalam pelayanan gereja ini,
perlu diingat bahwa Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya ketika di bumi pernah
membuat suatu pernyataan yang bertolak dari pengakuan iman sejati rasul Petrus,
bahwa ”Sebab itu
ketahuilah, engkau adalah Petrus, batu yang kuat. Dan di atas alas batu inilah
Aku akan membangun gereja-Ku, yang tidak dapat dikalahkan; sekalipun oleh maut! ” (Mat. 16:18, BIS). Tuhan Yesus dengan kaca mata Allah
telah mengetahui bahwa gereja-Nya akan mengalami penghambatan, sebab wadah institusi tersebut merupakan institusi ilahi yang dihadirkan di bumi, yang akan menghadapi berbagai
problema. Karena itu dalam
pernyataan-Nya, bahwa meskipun demikian kuasa
maut tidak akan mengalahkannya. Hal itu diperkuat dengan sebuah janji yang pasti, yang disampaikan ketika Yesus memberikan amanatNya bahwa
Dia akan menyertainya
hingga akhir zaman (Mat. 28:20). Dan fakta dalam sejarah pertumbuhan dan
perkembangan gereja menunjukkan, bahwa penghambatan terhadap gereja Tuhan itu
sungguh-sungguh terjadi, namun hal itu tak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan gereja
hingga kini.
Bagian dari
pernyataan Tuhan Yesus dan fakta atas sejarah gereja tersebut, maka Gereja Injili Di Indonesia jemaat Samaria telah menghadapi suatu
hambatan yang cukup besar. Penghambatan tersebut datang dari pihak luar atas kecerobohan dan
ketidakjelihan umatNya, yaitu di mana
keberadaan gedung gereja dan kegiatan ibadah jemaat tersebut diresolusi pada
tahun 2000. Resolusi
tersebut diadakan dengan alasan tidak memiliki Ijin Membangun Bangunan tempat
ibadah (IMB). Pada akhirnya gedung gereja Samaria ditutup dan dilarang
mengadakan kegiatan ibadah di dalam gedung tersebut hingga sekarang. Dan
peristiwa tersebut terjadi ketika pertumbuhan dan perkembangan
jemaat sangat subur, terutama di wilayah Prambanan dan sekitarnya, bahkan di
seluruh wilayah Yogyakarta.
Dan dengan adanya peristiwa tersebut jemaat
Samaria GIDI Kalasan Yogyakarta dibubarkan,
sehingga sampai saat ini ada yang bergabung dengan gereja lain, ada yang
memilih untuk tidak beribadah, tetapi ada juga yang tetap bertahan dan
beribadah di jemaat Samaria dengan kondisi yang berbeda. Kemudian dalam
perkembangannya jemaat Samaria tetap bertahan dengan mengadakan kegiatan ibadah
rutin dan melaksanakan kegiatan misi dengan cara kontrak dari rumah ke rumah di
wilayah Kalasan sampai saat ini. Sebab para hamba Tuhan dan jemaat sadar
sepenuhnya bahwa peristiwa tersebut merupakan suatu dinamika dalam pertumbuhan
dan perkembangan gereja, sehingga semangat melaksanakan amanat agung tetap ada dan mengeksiskan
gereja di Yogyakarta melalui pertolongan kuasa Roh Kudus.
IV. Tantangan Gereja Injili Di Indonesia
Sekarang
Gereja merupakan
suatu komunitas baru yang terkumpul melalui karya penebusan Kristus di kayu
salib. Gereja merupakan kumpulan insan-insan yang mengakui dan menerima pengorbanan Kristus sebagai wujud
penyataan kasih Bapa di sorga. Dan gereja juga merupakan institusi ilahi yang
dihadirkan melalui kehendak-Nya untuk menjadi partner Allah demi terwujudnya
rencana dan tujuan Allah bagi dunia. Oleh karena itu perlu diketahui bahwa tugas gereja yang paling utama adalah
mentaati Firman Allah dengan cara melaksanakan Amanat Agung atau meneruskan
misi Kristus bagi dunia, supaya semua lidah datang
bertekuk lutut dan mengaku “Yesus Kristus
adalah Tuhan,” sehingga nama
Allah dipermuliakan.
Itulah sebabnya
sejak lahir dan didirikan sebagai sebuah denominasi gereja di nusantara ini, Gereja Injili Di Indonesia telah
mengambil posisi dan berkomitmen sebagai
pelaksana amanat agung dengan mencantumkan sebuah motto sebagai watak dan ciri khasnya, yaitu “menjadi saksi Kristus” sesuai Kisah Para Rasul 1:8. Dan hingga kini GIDI telah dan tengah
berada dan bertekad pada panggilannya
pelakasana Amanat Agung Tuhan Yesus
Kristus hingga sekarang. Karena itu bagian berikut akan dijelaskan secara singkat tantangan yang
dihadapi oleh gereja, baik secara umum maupun gereja lokal di Yogyakarta,
kemudian akan direspons dengan beberapa bagian terutama menyangkut
keunikan-keunikan yang ada;
A.
Secara umum
Memang perlu
digarisbawahi bahwa gereja merupakan wadah baru dan kudus yang dihadirkan Allah
di bumi dengan maksud yang khusus, bukan dari dunia. Maksud kehadiran lembaga
kudus ini sungguh baik dan unik. Namun
yang menjadi tantangan dan permasalahan yang sesungguhnya merupakan bagian dari
panggilan dan ketaatannya adalah:
1.
Terjadinya benturan-benturan serius
akibat dari terjadinya penginjilan lintas budaya, lintas bahasa dan lintas
negara yang
membutuhkan figur yang mampu menjawab tantangan pada era ini.
a.
Luasnya wilayah
pelayanan (suku, bahasa, budaya, pulau, negara dsb)
b.
Visi gereja
yang terlalu umum (visi harus dari Tuhan dengan spesifik, terjangkau, terencana
dan )
c.
Peraturan dan
Rumah Tangga yang saling bertentangan antar suku dan wilayah pelayanan yang ada
2.
Minimnya kaderniasi dan kurang terpanggil hamba Tuhan dan penginjil yang mau melayani secara penuh
waktu atau full time, sehingga terjadi krisis leadership dan minimnya
Abdi Tuhan di dalam denominasi GIDI.
a.
Terjadinya
penyediaan lahan dan lapangan kerja oleh dua lembaga besar di Papua, yaitu
Pemerintah dan Gereja yang menuntut sumber daya manusia, bukan hanya dari segi
kuantitas, melainkan juga secara kualitas dan siap pakai;
b.
Kurangnya
perhatian atau terjadi pembiayaran kepada alumni dan mahasiswa teologia asal
GIDI se Indonesia;
c.
Kurangnya
perhatian terhadap sumber daya manusia, terutama Abdi Tuhan baik program
kadernisasi calon pemimpin, maupun peningkatan kualitas hamba Tuhan melalui
training atau seminar Abdi Tuhan;
d.
Terkesan bahwa
sangat lamban di dalam hal tanggap dan respons kepada sikon daerah dan negara
di dalam mempersiapkan para pemimpin gereja;
3.
Dengan
perkembangan perpolitikan di negeri ini, membentuk watak dan karakter serta
sikap generasi masyarakat yang sangat bertolak belakang dengan maksud
sesuangguhnya.
a.
Dampak positif
dan negatif dengan adanya pemberlakukan UU OTSUS Papua tahun 2001 (menurut
hemat saya, lebih banyak berdampak kepada hal-hal negatif. Misalnya: membentuk
karakter generasi yang egois, angkuh, tak puas diri, tidak tahu berterima kasih
dan tamak, sehingga menganggap remeh pekerjaan Tuhan yang mulia ini);
b.
Memperuncing
issue sukuism, daerahism, kepentingan kelompok atau golongan dengan
menghilangkan sikap kebersamaan dan kekeluargaan;
c.
Terjadinya
kemunduran dan rasa nasionalisme tetapi terjadi kompromistis antara pejabat
orang asli Papua dan para pemimpin gereja kepada aturan pemerintah dengan tidak
membela hak-hak OAP;
B.
Respons
Ketiga hal inilah menjadi
tantangan sekaligus menjadi
prioritas utama dalam tubuh GIDI secara denominasi yang harus dihadapi. Gereja sebagai istitusi ilahi tidak boleh ikut bermain
dan juga tidak boleh menghindar dari realitas tersebut. Gereja baik secara
lembaga maupun individu seharusnya mengambil posisi dan sikap sebagai fungsi
kontrol dan wakil Allah di dalam pengendalian roda kehidupan masyarakat dan
umat manusia seutuhnya. Kalau
demikian,
Ø Apakah gereja harus
mengubah visi dan misi dengan menarik diri?
Ø Siapakah yang harus menjawab dan
kepada pundak siapakah tantangan GIDI
harus diletakan?
Ø Kenapa tantangan dan problema ini
terjadi?
Ø Dari manakah harus di mulai?
Ø Bagaimanakah caranya untuk
menjawab tantangan ini?
Biarlah
pertanyaan ini menjadi diskusi dan renungan kita bersama!
C.
Realita GIDI
Yogyakarta
Di sini
dijelaskan secara singkat tentang kondisi rill GIDI Yogyakarta sejak hadir
hingga saat ini. Dalam penjelasan ini memberikan gambaran umum dan profile
eksistensi GIDI di Yogyakarta. Maksud penjelasan singkat ini adalah agar
generasi demi generasi memahami dan menyatakan perbuatan tangan Allah yang
ajaib ini, sehingga dapat memberitakan dan disaksikan kepada generasi lain.
Selain itu juga agar menanamkan serta menumbuhkan rasa nasionalisme generasi
dengan mengambil bagian dalam sejarah perjuangan GIDI di Yogyakarta. Realita
eksistensi GIDI Yogyakarta adalah sebagai berikut;
v Even-even penting dalam sejarah
perjuangan GIDI Samaria Yogyakarta
1.
GIIJ hadir di
pulau Jawa sejak dua puluh lima tahun yang lalu melalui mahasiswa asal GIIJ
yang studi di STTII Yogyakarta angkatan 85/86;
2.
GIIJ berubah
nama menjadi GIDI pada sidang raya sinode GIIJ yang ke- XIII bulan Juni 1988 di Karubaga,
Jayawijaya setelah mendengar bagaimana Allah berkarya melalui laporan pelayanan
mahasiswa tersebut;
3.
GIDI eksis di
Yogyakarta secara permanent dengan berdirinya gedung gereja lokal yang diberi
nama “jemaat Samaria GIDI Kalasan” dan berkembang hampir di seluruh wilayah
Yogyakarta, bahkan sampai menyebar di wilayah Jawa Tengah;
4.
GIDI Samaria
Yogyakarta mendapat hambatan dan tantangan melalui FPI (Front Pembela Islam);
5.
GIDI
tengah berada dalam masa transisi selama kurang lebih delapan tahun hingga
bulan Juni tahun 2008;
6.
GIDI dimobilisasi
untuk bangkit dari masa transisi tersebut pada bulan Juli tahun 2008 hingga
kini;
7.
GIDI sedang
membenahi dan membuka diri kepada masyarakat kota Yogyakarta dan kepada beberap
gereja cabang dengan berbagai program dan cara hingga saat ini;
v Amanat yang diemban oleh jemaat
Samaria GIDI Yogyakarta
1.
Membenahi dan
menata diri dalam berbagai sektor dengan mengukur kapasitas dan kemampuan
secara internal;
2.
Mengangkat
sejarah GIDI Samaria yang terlupakan, yang sesungguhnya karya Allah yang besar
tersebut;
3.
Membina
generasi dan para calon kader GIDI bahkan para generasi Papua yang sedang studi
di Yogyakarta;
4.
Menjadikan
central pemberitaan injil baik provinsi daerah istimewa Yogyakarta maupun
provinsi Jawa Tengah;
5.
Menyatukan para
Abdi Tuhan dan mempererat panggilan Kristus;
v Sasaran dan Harapan yang
diimpikan oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.
Supaya jemaat
Samaria GIDI Yogyakarta tetap eksis sebagai tonggak historis dalam pertumbuhan
dan perkembangan GIDI se nasional;
2.
Supaya
menghasilkan para pemimpin daerah yang takut akan Tuhan dengan memiliki ciri
dan corak: imanI, melayanI dan pedulI
yang disingkat dengan “I Three In One”;
3.
Supaya
mendirikan tiga sampai empat gereja cabang atau pos PI di seluruh wilayah
Yogyakarta;
v Keunikan dan Modal yang dimiliki
oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.
Segi Keutuhan: Warna Tubuh Kristus dalam wadah
GIDI sangat terlihat dan kental di jemaat Samaria GIDI Yogyakarta, yang
dipertahan dan dipelihara (realita ini kebalikan dari realita GIDI Papua);
2.
Segi Personil: Jemaatnya rata-rata para calon
pemimpin yang akan memimpin banyak orang. Selain itu memiliki jiwa nasionalisme
yang tinggi dalam keterlibatan dan perkembangan jemaat Samaria GIDI Yogyakarta;
3.
Segi Eksistensi: Keberadaan jemaat Samaria GIDI
Yogyakarta sangat strategis, yaitu berada di Yogyakarta sebagai barometer dan
pusat studi se Indonesia;
4.
Segi Historis: Jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
merupakan jemaat yang bersejarah di dalam perkembangan GIDI;
5.
Segi Lingkungan: Jemaat Samaria GIDI berada di
tengah-tengah masyarakat yang cukup ramah, berbudaya, beradab, toleran dan
agamis bahkan masyarakat yang cukup menghormati budaya lain, yang secara tak
langsung mempengaruhi kehidupan jemaat;
v Diskusi lain
1.
Kehadiran di
Yogyakarta bukan secara kebetulan, teapi merupakan bagian dari rancangan Tuhan;
2.
Komunikasi dan
harmonisasi gereja dengan pemerintah setempat, gereja-gereja tetangga dan
mahasiswa Papua maupun mahasiswa lain terjalin dengan cukup baik;
3.
Realita banyak
perubahan dan perkembangan yang positif baik segi spiritual life secara
intern maupun kondusifitas kota Yogyakarta berkenaan dengan anak-anak Papua;
4.
Melibatkan para
generasi muda GIDI untuk ikut mengambil bagian tanpa perbedaan dan batasan;
5.
Menjadikan
generasi muda GIDI yang berkeyakinan kokoh kepada Kristus dan berhati hamba
yang mau melayani tetapi juga memiliki kepekahan tinggi dengan menjadi seorang
pribadi yang analis, kritis, dan responsif di dalam menanggapi tantangan ini
dan menjadi seorang pribadi sebagai inisiator, kontributor dengan segudang ide
dan gagasan yang inovatif di dalam memberikan solusi kepada perkembangan
gereja.
V.
Kesimpulan
Perlu diingat
dan diketahui bahwa sudah 48 tahun Gereja Injili Di Indonesia dengan tetap taat
berkomitmen kepada misinya. Sejak gereja didirikan sebagai sebuah denominasi di
negeri ini, tetap mengambil posisi untuk memuliakan Allah dengan hidup sebagai
pelaksana amanat agung Tuhan Yesus. Hal ini terlihat jelas dengan realita,
bahwa semua warga Gereja Injili Di Indonesia memiliki watak sebagai saksi Kristus
di manapun keberadaannya. Dan itulah yang menyebabkan hampir kurang lebih lima
dekade ini gereja tetap pada komitmennya, yaitu menjadi gereja misioner.
Kenyataan ini memang tak dapat diragukan lagi, sebab memang begitu adanya. Oleh
karena itu patut disyukuri oleh semua pihak dan warga Gereja Injili Di
Indonesia untuk panggilan dan penghargaan Kristus tersebut.
Panggilan dan
pelaksanaan misi Kristus merupakan tugas dan amanat Allah yang besar dan mulia
sekaligus memiliki konsekuensi yang besar. Dan misi tersebut menuntut harga
yang harus dibayar sebagaimana Kristus berkorban demi penyelamatan dunia. Oleh
karena itu di dalam melaksanakan visi besar ini pasti ada tantangan besar pula
yang harus dihadapi oleh gereja.
Di dalam
menjawab tantangan jaman dan penyelesaian persoalan tersebut, Gereja menjadi
solusi dan cara satu-satuanya dan bukanlah alternatif. Realita yang terlihat
selama ini, bahwa gereja selalu menjadi alternatif dari sekian banyak pilihan
sehingga tidak difungsikan secara baik dan tidak ditempatkan pada posisi dan
fungsi gereja sesungguhnya. Gereja harus menjadi jawaban dan tempat pengaduan
setiap persoalan. Gereja bukan penyebab masalah dan bukan pula tempat
penyaluran kritikan yang merupakan pelampiasan kekecewaan dan ketidakpuasan
yang bertolak dari sikap tidak percaya kepada gereja, baik menyangkut lembaga
dan sikap oknum. Namun demikian, diharapkan bahwa gereja sebagai institusi
ilahi, tetap diakui sebagai jalan satu-satunya dalam penyelesaian persoalan di
dalam menghadapi tantangan. Gereja memang tidak dapat diragukan lagi sebab
misinya jelas, hukumnya jelas, kepalanya jelas. Jadi tidak dicampur adukan
dengan sikap oknum hambaNya.
Oleh karena
itu, setelah melihat tantangan yang dihadapi saat ini dan realitas sejarah
perjuangan gereja dengan keunikan-keunikannya, maka GIDI Yogyakarta menjadi
jawaban. Namun semuanya itu tergantung dari bagaimana kesadaran dan penerimaan
diri kita sebagai generasi muda. Dan tergantung pada bagaimana cara kita
menyikapi persoalan tersebut. Jadi yang perlu direnungkan oleh Anda sebagai
generasi adalah:
Apa yang terjadi?
Siapa saya?
Mengapa ini terjadi?
Saya ada di mana?
Bagaimana cara saya menjawab?
Dan Apa yang harus saya lakukan?
“sEOrAng
pEmImpIn yAng bAIk AdAlAh tIdAk hAnyA tAhU, mElAInkAn mAmpU mEmUlAI UntUk
mElAkUkAn sEsUAtU trEbOsAn dEngAn mEnghAdApI ApApUn gEsEkAn.”
SauDaRaKu,
JaNGaN LuPa BaHWa Di DaLaM TeRJaDiNYa SuaTu PeRuBaHaN DaN PeMBaHaRuaN,
TeNTu aDaNYa GeSeKaN.
Apabila
tantangan ini menjadi tantangan dan masalah sudara, maka berjanjilah kepada
Tuhan dengan mengatakan “here am I, to use me.”
ooooo00000OOOOO00000ooooo
[1]Larkin, James. Sejarah Gereja Injili Irian Jaya
(Sentani: STAKIN, 1999), 1.
[2]James
F. Larkin. Mondus: Sejarah Gereja Injili Irian Jaya (Sentani: STAKIN,
1999), 1
[3]Lion
Dillinger. Ala Wone Alom Kole Mamunik: Kristen Apit Abet Mbariyak Wone.
(Yogyakarta: Percetakan ANDI Offset, 1994): 8
[4]
Dekker, John & Lois Neely. Obor Sukacita, vii