oleh Warner Baransano pada 28 November 2011 jam 17:10
Senin, 28 November 2011
Selain sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Lahir dari akar sejarah budaya bangsa, Pancasila tak dapat dipungkiri, mengandung nilai-nilai luhur universal yang menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa. Nilai-nilai luhur lima sila Pancasila - Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia - ini tak sekedar dihafalkan, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya, dalam kehidupan pribadi atau kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun, benarkah nilai-nilai luhur Pancasila telah diamalkan seluruh komponen bangsa......?
Jika nilai-nilai universal sudah diamalkan, mengapa negara Indonesia yang menjunjung moralitas justru marak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sampai Indonesia dicap sebagai negara korup.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang seharusnya dijadikan acuan seperti dilupakan. Akibatnya, korupsi marak di mana-mana. Ironisnya, tindak korupsi itu dilakukan elite politik yang seharusnya memberikan contoh dalam menjunjung moralitas. Terkuaknya kasus korupsi di Negara Republik Indonesia seakan meneguhkan bahwa kekuasaan cenderung korup. Fenomena itu menegaskan bahwa Pancasila selama ini hanya dijadikan slogan, tak dijiwai sebagai nilai luhur yang patut dijunjung tinggi.
Jadi, nilai-nilai luhur dan agung dalam Pancasila bukanlah sebuah atribut tanpa makna, melainkan ungkapan 'jiwa,,”
Sayang seribu sayang, nilai-nilai itu tampaknya belum diamalkan dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Pancasila kerap kali ditafsirkan sepihak, dan cenderung diselewengkan sejumlah oknum dan pejabat negara. Nurani sebagian pejabat di Indonesia tidak lagi berjiwa Pancasilais. Tak heran, jika korupsi merajalela dan merebak di mana-mana.
Negeri Indonesia yang dibangun di atas pijakan keluhuran budi kebhinnekaan Nusantara oleh para pendiri bangsa seperti dilupakan. Korupsi pun menjadi penyakit yang sulit disembuhkan, karena dilakukan secara sistemik. Terkuaknya kasus-kasus korupsi di lembaga-lembaga penegak hukum, belakangan ini merupakan wajah buram sejarah korupsi di Indonesia.
Mengapa korupsi menjadi penyakit menahun di setiap lembaga dan departemen/kementerian di Indonesia.........? Pasalnya, Pancasila yang memuat nilai-nilai moral dan etis seakan menjadi pepesan kosong yang tak bermakna dan cenderung dilupakan.
Tak pelak, cara-cara lama penyusunan konstitusi yang kerap ditengarai hanya untuk mencari celah pembenaran atas kehendak kelompok, golongan, atau pribadi tertentu, tetap saja marak. Tak sedikit perundang-undangan dibuat dengan mencederai prinsip sila keempat Pancasila, yang lebih mengedepankan musyawarah-mufakat.
Fakta bahwa banyak di antara elite politik dan pejabat negeri ini ramai-ramai korupsi, tak dapat disangkal, tidak sesuai acuan nilai-nilai luhur universal Pancasila.
Perilaku pemimpin korup demikian jelas merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila.....
INILAH YANG DISEBUT MAKAR....tolong kalau ada Pejabat Pemda Provinsi Papua yang sempat baca tulisan ini,,,atau teman-teman simpatisan peduli keadilan,,tolong di copy dan bawah kasih Bapak Pejabat Gubernur Provinsi Papua untuk bahan renungan kegagalan OTSUS PAPUA.............................
(Koordinator TIM Advokasi Dewan Adat Papua )
Selain sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Lahir dari akar sejarah budaya bangsa, Pancasila tak dapat dipungkiri, mengandung nilai-nilai luhur universal yang menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa. Nilai-nilai luhur lima sila Pancasila - Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia - ini tak sekedar dihafalkan, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya, dalam kehidupan pribadi atau kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun, benarkah nilai-nilai luhur Pancasila telah diamalkan seluruh komponen bangsa......?
Jika nilai-nilai universal sudah diamalkan, mengapa negara Indonesia yang menjunjung moralitas justru marak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sampai Indonesia dicap sebagai negara korup.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang seharusnya dijadikan acuan seperti dilupakan. Akibatnya, korupsi marak di mana-mana. Ironisnya, tindak korupsi itu dilakukan elite politik yang seharusnya memberikan contoh dalam menjunjung moralitas. Terkuaknya kasus korupsi di Negara Republik Indonesia seakan meneguhkan bahwa kekuasaan cenderung korup. Fenomena itu menegaskan bahwa Pancasila selama ini hanya dijadikan slogan, tak dijiwai sebagai nilai luhur yang patut dijunjung tinggi.
Jadi, nilai-nilai luhur dan agung dalam Pancasila bukanlah sebuah atribut tanpa makna, melainkan ungkapan 'jiwa,,”
Sayang seribu sayang, nilai-nilai itu tampaknya belum diamalkan dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Pancasila kerap kali ditafsirkan sepihak, dan cenderung diselewengkan sejumlah oknum dan pejabat negara. Nurani sebagian pejabat di Indonesia tidak lagi berjiwa Pancasilais. Tak heran, jika korupsi merajalela dan merebak di mana-mana.
Negeri Indonesia yang dibangun di atas pijakan keluhuran budi kebhinnekaan Nusantara oleh para pendiri bangsa seperti dilupakan. Korupsi pun menjadi penyakit yang sulit disembuhkan, karena dilakukan secara sistemik. Terkuaknya kasus-kasus korupsi di lembaga-lembaga penegak hukum, belakangan ini merupakan wajah buram sejarah korupsi di Indonesia.
Mengapa korupsi menjadi penyakit menahun di setiap lembaga dan departemen/kementerian di Indonesia.........? Pasalnya, Pancasila yang memuat nilai-nilai moral dan etis seakan menjadi pepesan kosong yang tak bermakna dan cenderung dilupakan.
Tak pelak, cara-cara lama penyusunan konstitusi yang kerap ditengarai hanya untuk mencari celah pembenaran atas kehendak kelompok, golongan, atau pribadi tertentu, tetap saja marak. Tak sedikit perundang-undangan dibuat dengan mencederai prinsip sila keempat Pancasila, yang lebih mengedepankan musyawarah-mufakat.
Fakta bahwa banyak di antara elite politik dan pejabat negeri ini ramai-ramai korupsi, tak dapat disangkal, tidak sesuai acuan nilai-nilai luhur universal Pancasila.
Perilaku pemimpin korup demikian jelas merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila.....
INILAH YANG DISEBUT MAKAR....tolong kalau ada Pejabat Pemda Provinsi Papua yang sempat baca tulisan ini,,,atau teman-teman simpatisan peduli keadilan,,tolong di copy dan bawah kasih Bapak Pejabat Gubernur Provinsi Papua untuk bahan renungan kegagalan OTSUS PAPUA.............................
(Koordinator TIM Advokasi Dewan Adat Papua )