Minggu, 11 Desember 2011

KASIH BAPA DI BUMI PAPUA BELUM DIRASAKAN SEUTUHNYA



Ingat, Isi hati BAPA di Sorga adalah KASIH AKAN DUNIA. Karena itu demi terwujudnya HATI BAPA itu, Allah menjelma manusia di dalam Yesus Kristus yang hadir di kota Daud, yaitu Betlehem. Allah tidak hadir di istana raja, Dia tidak datang dengan kebesaran Allah, Dia tdk dikawal sebagai Raja, Dia tidak hadir dalam suasana kelap kelip lampu yang warna-warni, Dia tidak hadir dengan sambutan lantunan lagu-lagu yang diiringi dgn musik. Dia juga tidak ingin bungkusan kado yang indah kertas kado yang baik, Dia juga ingin sejumlah uang sebagai tebusan dosa, Dia juga tidak ingin pengakuan yang hanya dibibir.

Yang Allah minta adalah PENGAKUAN yang sejati dari hati yang menyatakan bahwa dirinya orang berdosa, butuh pengampunan dari SANG PUTRA NATAL itu. Kemudian PERCAYA bahwa sang Putra Natal itu adalah MESIAS yang dijanjikan itu, dan MENERIMA DIA sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupnya, maka Yesus SUNGGUH-SUNGGUH LAHIR di dalam hati. Jadi bukan penampilan semata, melainkan segala sesuatu yang lahir dari kesungguhan hati, sebab Dia melihat dan menilai hati. Anda yang sudah melalui proses ini layak bersukacita sebab itulah kado yang terbaik, yang diinginkan oleh Sang Putra Natal.

Tetapi ada pertanyaan yang lahir dari hati juga bahwa “APAKAH semua orang menikmati SUKACITA natal?, APAKAH dunia sudah merasakan KASIH BAPA di Sorga? APAKAH suku-suku di dunia sudah memiliki akses untuk mendengar KABAR BAIK? Tetapi jika jawabannya adalah TIDAK or BELUM, lalu Mengapa tidak? Kemudian jika Anda menemukan letak permasalahannya, maka pertanyaan selanjutnya adalah BAGAIMANA caranya agar bisa merasakan KASIH BAPA tersebut?”   

Tuhan Yesus setelah lahir, Ia tinggal di bumi selama kurang lebih 33 ½ tahun. Selama itu Ia melakukan apa yang menjadi kehendak hati BAPA Sorgawi. Selain itu, Ia mementor 12 orang pilihan-Nya dengan maksud melanjutkan MISI ALLAH yang diembanNya itu kelak Ia terangkat ke Sorga. Kemudian sesaat sebelum Ia terangkat ke Sorga, Mandat agung itu diberikan kepada 12 murid itu sebagaimana terlihat dalam Matius 28:19-20 dan Kisah Para Rasul 1:8. Dan perlu ditegaskan di sini bahwa para murid itu diperintahkan untuk PERGI kepada BANGSA.  Istilah “Ethnos” (Yun) di sini tidak dapat diterjemahkan sebagai “bangsa,” tetapi hendaknya dimengerti dan diterjemahkan sebagai “suku” atau “etnis” atau “rumpun.” Istilah ethnos dapat dimengerti dalam konteks suku yang menerima MANDAT dan suku yang menjadi fokus. Pernyataan ini sangat didukung oleh Kisah Rasul 1:8, di mana mereka diperintahkan untuk menjadi saksi Kristus bagi Sukunya sendiri di Yerusalem (Orang Israel terdiri dari 12 suku). Kemudian Yudea merupakan masih sesama suku tetapi dalam konteks agak luas dari 12 kota Yerusalem. Dan Samaria adalah 10 suku yang telah memberontak dan tercampur dengan suku-suku lain. Sedangkan ke ujung bumi adalah suku-suku lain yang hendaknya menjadi fokus 12 orang ini. Dikatakan demikian sebab di dalam sebuah bangsa tertentu terdiri dari lebih dari satu suku, sehingga perintah ini tidak bisa diterima sebagai bangsa. Sebab jika kata ethnos diterjemahkan bangsa, maka mandat agung tersebut tidak akan terfokus dan tak terarah alias gereja menjadi sekular.     

Dikatakan demikian, sebab realita di bumi Papua menyatakan akan hal ini. Cukup banyak suku yang BELUM TERJANGKAU dan BELUM DENGAR KABAR BAIK di bumi Papua. Hasil survei dari Indonesia Pelangi Nusantara (IPN).
SUKU YANG BELUM TERJANGKAU: Arguni, Asmat, North, Awera, Baham, Bayono, Bedoanes, Burate, Erokwanas, Iha, Irarutu, Kembaru, Kamoro, Kanum, Kemborano, Ketum, Kimaama, Korowai, Kowial, Marid, Mombum, Mor, Morori, Nakal,  Narau, Ndom, Palamul, Puragi, Riantana, Sekar, Yei dan Yelmek.

SUKU YANG BELUM MENDENGAR KABAR BAIK: Abinomn, Aghu, Airoran, Anasi, Auye, Awbono, Awyu,  North, Bagusa, Befa, Burukmakok, Diuwe, Duriankere, Edopi, Emumu, Fayu, Itesim, Isirawa, Kapori, Kawe, Kehu, Kembra, Kirikiri, Kofei, Komyandaret, Kopkaka, Kosadle, Kuri, Kwer, Mander, Marind, Bian, Matbat, Mer, Mor, Murkim, Muyu North, Muyu  South, Ninggerum, Onim, Saponi, Sauri, Semimi, Senggi, Suabo, Tamagario, Tanahmerah,  Tangko, Tause, Towaei, Trimuris, Usku, Wigeo, Walak, Wainggom, Wares, Waris, Woria, Yaqay, Yaur, Yeretuar, Yetfa, dan Yoke.

Sebagai generasi gereja yang berasal dari bumi Papua yang tercinta ini sangat prihatin dengan pola pelayanan berangkat dari paradigma dan konsep pemimpin yang keliru secara mendasar. Berharap bahwa jika ada hamba Tuhan, jemaat Tuhan, penginjil, pemimpin gereja, generasi gereja MEMBACA tulisan ini, maka perlu ada sikap yang jelas agar sukacita natal dapat dinikmati oleh semua orang.

Sikap yang harus diambil adalah:  LUANGKAN waktu 5 menit setiap hari selama bulan natal ini mulai sekarang, PERSEMBAHKAN apa yang ada pada diri Anda, dan mulai dari DIRI ANDA.  Semoga tulisan ini memotivasi dan menjadi berkat. Akhirnya kami sekeluarga mengucapkan SELAMAT NATAL 25 DESEMBER 2011, IMANUEL SELALU.  

Senin, 28 November 2011

KORUPSI KHIANATI PANCASILA

oleh Warner Baransano pada 28 November 2011 jam 17:10
Senin,  28 November  2011

Selain sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Lahir dari akar sejarah budaya bangsa, Pancasila tak dapat dipungkiri, mengandung nilai-nilai luhur universal yang menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa. Nilai-nilai luhur lima sila Pancasila - Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia - ini tak sekedar dihafalkan, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya, dalam kehidupan pribadi atau kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Namun, benarkah nilai-nilai luhur Pancasila telah diamalkan seluruh komponen bangsa......?
Jika nilai-nilai universal sudah diamalkan, mengapa negara Indonesia yang menjunjung moralitas justru marak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sampai Indonesia dicap sebagai negara korup.

Nilai-nilai luhur Pancasila yang seharusnya dijadikan acuan seperti dilupakan. Akibatnya, korupsi marak di mana-mana. Ironisnya, tindak korupsi itu dilakukan elite politik yang seharusnya memberikan contoh dalam menjunjung moralitas. Terkuaknya kasus korupsi di Negara Republik Indonesia  seakan meneguhkan bahwa kekuasaan cenderung korup. Fenomena itu menegaskan bahwa Pancasila selama ini hanya dijadikan slogan, tak dijiwai sebagai nilai luhur yang patut dijunjung tinggi.

Jadi, nilai-nilai luhur dan agung dalam Pancasila bukanlah sebuah atribut tanpa makna, melainkan ungkapan 'jiwa,,”

Sayang seribu sayang, nilai-nilai itu tampaknya belum diamalkan dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Pancasila kerap kali ditafsirkan sepihak, dan cenderung diselewengkan sejumlah oknum dan pejabat negara. Nurani sebagian pejabat di Indonesia tidak lagi berjiwa Pancasilais. Tak heran, jika korupsi merajalela dan merebak di mana-mana.

Negeri Indonesia yang dibangun di atas pijakan keluhuran budi kebhinnekaan Nusantara oleh para pendiri bangsa seperti dilupakan. Korupsi pun menjadi penyakit yang sulit disembuhkan, karena dilakukan secara sistemik. Terkuaknya kasus-kasus korupsi di lembaga-lembaga penegak hukum, belakangan ini merupakan wajah buram sejarah korupsi di Indonesia.

Mengapa korupsi menjadi penyakit menahun di setiap lembaga dan departemen/kementerian di Indonesia.........? Pasalnya, Pancasila yang memuat nilai-nilai moral dan etis seakan menjadi pepesan kosong yang tak bermakna dan cenderung dilupakan.

Tak pelak, cara-cara lama penyusunan konstitusi yang kerap ditengarai hanya untuk mencari celah pembenaran atas kehendak kelompok, golongan, atau pribadi tertentu, tetap saja marak. Tak sedikit perundang-undangan dibuat dengan mencederai prinsip sila keempat Pancasila, yang lebih mengedepankan musyawarah-mufakat.

Fakta bahwa banyak di antara elite politik dan pejabat negeri ini ramai-ramai korupsi, tak dapat disangkal, tidak sesuai acuan nilai-nilai luhur universal Pancasila.
Perilaku pemimpin korup demikian jelas merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila.....
INILAH YANG DISEBUT MAKAR....tolong kalau ada  Pejabat Pemda Provinsi Papua yang sempat baca tulisan ini,,,atau teman-teman simpatisan peduli keadilan,,tolong di copy dan bawah kasih Bapak Pejabat Gubernur Provinsi Papua untuk bahan renungan kegagalan OTSUS PAPUA.............................
(Koordinator TIM Advokasi Dewan Adat Papua )

Senin, 21 November 2011

PEMUDA SEBAGAI MOTOR PENGGERAK MASA DEPAN

Pemuda adalah tiang negara. Pepatah ini memang ada benarnya. Benar pula bila kita katakan pemuda adalah tiang gereja di masa depan. Mengapa? Karena di tangan orang-orang yang masih muda inilah terletak nasib pergerakan di masa depan. Orang-orang yang mungkin kita anggap masih "MERAH", tapi di masa depan mereka akan mengemban satu tanggung jawab yang besar. Karena di pundak merekalah terletak masa depan pergerakan yang ada.

INGAT! TUHAN mempercayakan Visi & Tanggung jawab kepada orang muda. Jika kita lihat, dewasa ini sangatlah sedikit orang-orang muda yang dipercaya mampu mengemban tanggung jawab berat dalam pelayanan. Kebanyakan hanya dipercayai dalam masalah pendelegasian tugas. Banyak pemimpin gereja yang cukup khawatir untuk memercayakan masalah pelayanan yang sulit, yang menuntut konsentrasi dan tanggung jawab besar ke pundak orang muda. Namun, Tuhan tidak demikian. Bahkan jika kita baca di dalam firman Tuhan, banyak peristiwa di mana Tuhan memercayakan masalah genting sebuah bangsa ke dalam tanggung jawab orang muda. Mari kita lihat beberapa contohnya.

1. Dari Kehidupan Yusuf (Kejadian 37-47)
Jelas Yusuf mendapatkan visi ketika masih muda, (kira2 17 - 20 tahun). Dia bukan orang muda sembarangan. Tuhan memercayakan masalah kelaparan hebat ke pundak Yusuf sebagai penguasa di Mesir. Namun, hal itu ia dapatkan bukan tanpa proses. Dia harus menjalani beberapa proses yang sangat berat. Tapi jelas, Allah memilih dia bukan melalui pemimpin Israel, malah raja Mesir. Bayangkan betapa jauhnya Mesir! Namun, Tuhan tidak pernah salah pilih orang. Mungkin kita berpikir, Yusuf tentu belum masuk kualifikasi. Apa lagi dia bukan lulusan sekolah ekonomi atau mungkin pakar di bidang pangan. Tapi Allah memberikan tanggung jawab besar itu di pundak Yusuf. Dan Yusuf membuktikan bahwa dia orang muda yang bisa dipercaya.

2. Dari Kehidupan Musa (Keluaran 2:11-22)
Musa memang pernah mengecap betapa enaknya hidup di istana Mesir. Namun, darahnya tetaplah seorang Ibrani. Karena itu, jauh sebelum dia menyadari panggilan Tuhan untuk menyelamatkan bangsanya dari penindasan, dia sudah merasakan gejolak itu dalam dirinya. Tidak heran, dia berani membunuh orang yang tega memukul kaumnya. Dia tidak "merasa nyaman dengan posisinya sebagai anak angkat raja", tapi dia berani untuk mengambil risiko. Tuhan melihat benih itu. Tuhan melihat keberanian Musa untuk mengambil risiko. Sangat mengherankan, Tuhan tidak memercayakan penyelamatan bangsa ini pada pemimpin Israel masa itu, tapi justru pada orang muda yang notabene gugup dan minder. Tapi Musa membuktikan kualitasnya, bahwa dia orang muda yang bisa dipercaya.

3. Dari Kehidupan Daud (1Samuel 17:40-58)
Daud adalah orang muda yang pertama kali menumbangkan raksasa dari barisan orang Filistin. Allah sudah sejak lama mengenal keberanian dalam diri Daud. Karena itulah, Allah memercayakan tampuk pemerintahan yang baru ke tangan seorang muda yang dulunya hanya penggembala ini. Tapi keberanian dan sepak terjangnya dalam dunia pergerakan, membuktikan bahwa Daud bukanlah orang muda sembarangan.

4. Dari Kehidupan Paulus (Kisah Rasul 26:12-23)
Paulus juga orang muda yang radikal. Dialah orang muda yang mengembara dengan visi memperluas kerajaan Allah sampai Asia kecil. Lewat pelayanannya, banyak orang mengenal Kristus. Bukan hanya itu, lewat kehidupannya juga dihasilkan banyak pemimpin muda baru yang radikal dan berani hidup menderita demi visi Allah dalam hidupnya. Timotius, Titus, Filemon, dan masih banyak yang lainnya; semuanya lahir lewat tangan dingin seorang Paulus. Mereka menjadi orang-orang muda yang terlatih dalam menghadapi masa sulit pelayanan, dan tampil sebagai orang muda yang dapat diandalkan dalam urusan pelayanan yang sulit sekalipun.

Masih banyak lagi orang muda yang Tuhan panggil dan percayakan tanggung jawab yang sulit. Ini semua menunjukkan bahwa di mata Tuhan, orang muda termasuk orang yang bisa diandalkan dan dipercayai menangani masalah pelik sebuah bangsa.

PARADIGMA SALAH TENTANG ANAK MUDA
Ironisnya, gereja dewasa ini sangat jarang memercayai anak muda untuk menangani masalah pelik yang ada. Biasanya anak muda hanya dipercayai dalam urusan kegiatan berjangka pendek sementara untuk urusan memikirkan bagaimana gereja ke depannya, anak muda hampir tidak pernah dilibatkan. Ada beberapa paradigma salah tentang anak muda yang sering berkembang di dalam gereja, antara lain:

1. Roh Goliat (1 Samuel 17:42)
Roh Goliat adalah roh yang meremehkan orang muda. Ketika Goliat melihat Daud, dia menghina Daud karena ia masih muda. Bahasa Inggris malah menegaskan lebih lagi. "For he was only a youth" (King James Version). Artinya, Goliat menertawakan Daud hanya karena ia seorang muda. Jadi meskipun Goliat sudah ditumbangkan, namun roh yang meremehkan dan menganggap anak muda tidak bisa dipercayakan urusan pelayanan yang pelik masih berkembang dalam diri banyak orang. Alasan kemudaan, sehingga masih sedikit makan asam garam pelayanan, membuat banyak pemimpin lebih memilih untuk memercayakan pelayanan pada orang yang sudah berkompeten.

2. Orang muda belum bisa dipercaya dalam banyak hal.
Pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Karena ketidakmampuan pemimpin untuk memercayai anak muda membuat pemimpin tidak bisa melihat potensi besar dalam diri anak muda Kristen. Memang ini proses yang panjang, tapi tanggung jawab terbesar seorang pemimpin adalah memberdayakan anak muda (yang merupakan jumlah sangat besar dalam gereja), sehingga mereka dapat muncul dan layak dipercaya dalam banyak hal.

Potensi yang orang muda miliki janganlah sampai dibatasi dengan berbagai macam alasan dan prasangka. Tuhan tidak pernah menganggap remeh potensi dan kekuatan seorang muda sekalipun minus pengalaman pelayanan. Karena itulah, jika gereja rindu ada sebuah perubahan besar-besaran dalam masyarakat, gereja terlebih dahulu harus mengadakan perubahan dalam cara pandangnya terhadap orang muda.

Bagi orang muda sendiri, janganlah pernah jadikan alasan kemudaan, kurangnya pengalaman pelayanan, atau apa pun juga sebagai penghambat hidup dalam panggilan Tuhan. Karena Tuhan tidak terlalu membutuhkan orang yang sudah berpengalaman. Tapi yang Tuhan butuhkan adalah orang-orang muda yang berani hidup dalam visi, berani melaksanakan tanggung jawab yang sulit, berani menghidupi panggilan, dan bersedia menerima panggilanNya. Orang muda adalah potensi besar yang belum diolah dengan optimal dan maksimal. Karena itulah, gereja punya Pekerjaan Rumah yang panjang untuk memberdayakan umat, yang di dalamnya juga termasuk orang muda, sehingga umat tidak menjadi orang-orang yang pasif atau hanya menunggu, namun mampu merespons suara Allah dalam hidupnya, dan mampu mengambil tindakan nyata dalam menghidupi visinya.

Bagi orang muda di mana pun berada, ingatlah pesan Paulus kepada rekan muda kita Timotius. Janganlah pernah ada seorang pun juga yang menganggap kita rendah hanya karena kita muda. Marilah kita persembahkan masa muda kita untuk urusan kerajaan Allah. Untuk menjadi penjawab masalah masyarakat yang ada. Untuk menjadi orang- orang di garis depan dalam membuka pelayanan-pelayanan baru yang lebih membumi dan lebih menjawab kebutuhan. Karena itu sahabat muda yang terkasih, katakanlah dengan penuh percaya diri bahwa INILAH AKU, PAKAILAH AKU, maka TUHAN akan merespon ketersediaan Anda.  By: Ev. Lenis Kogoya

Menjadi Saksi Kristus


Bacaan hari ini: Kisah Para Rasul 1:6-11
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku... sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8)

Sebelum kembali ke sorga, Tuhan memberi perintah untuk dikerjakan oleh Gereja dan orang-orang percaya, berkaitan dengan pemberitaan Injil kasih karunia Allah bagi dunia yang berdosa. Tugas tersebut diwujudkan melalui 2 macam cara, yaitu:
1. Cara pertama adalah secara aktif memberitakan Injil kepada sesama tanpa batasan suku, ras, bahasa dan
    lokasi, “Jadikan segala bangsa murid-Ku.” 
2. Cara yang kedua adalah melalui kesaksian; baik secara verbal menyaksikan karya penebusan Tuhan atas
   hidupnya, maupun secara pasif yakni melalui kesaksian hidup orang-orang percaya, yang menarik orang lain
   untuk ingin mengalaminya. Panggilan ini mencakup lingkup global, sampai ke ujung bumi.

Tuhan telah menyediakan anugerah keselamatan bagi segala bangsa, dan untuk menggenapi rencana besar-Nya, Tuhan memakai Gereja-Nya, anak-anak-Nya, menjadi rekan kerja-Nya. Tuhan tahu persis bahwa tugas tersebut tidaklah dapat dikerjakan hanya dengan kekuatan manusia saja, karena itu Tuhan telah menjanjikan bahwa Dia yang telah menerima segala kuasa dari Bapa, akan menyertai orang-orang yang memberitakan Injil. Kuasa Roh Kudus juga akan diberikan kepada mereka untuk menyaksikan Kristus dari Yerusalem sampai ke ujung bumi. Dan fakta telah menunjukkan bahwa rencana Allah besar ini sudah dan masih sedang terus diwujudkan; hari ini, seluruh bangsa di muka bumi ini sudah mendengar Injil, tinggal sisa suku-suku yang masih sedang terus dijangkau.

Allah tidak pernah bohong atau ingkar janji; penyertaan dan kuasa-Nya pasti akan melengkapi. Tapi, dari sisi manusia, dituntut tanggung jawab dan juga ketaatan. Ini adalah perintah dan bukan himbauan! Gereja dan orang-orang Kristen yang mengerti dan mau mengerjakan rencana besar ini, akan turut serta dalam pekerjaan penuaian yang mendatangkan kemuliaan bagi Allah dan Kerajaan-Nya. Sebaliknya, mengabaikan perintah Tuhan ini akan mengakibatkan kemandulan bagi Gereja maupun individu, terlebih akan menghilangkan identitas dan tujuan keberadaannya di dunia ini.

Aplikasi = Apa tugas utama gereja Tuhan dalam dunia ini? Apa artinya bahwa “gereja adalah partner Tuhan” di
                muka bumi ini? 
             = Berdoalah bagi gereja Tuhan yang ada di Indoensia agar mereka tidak hanya memperhatikan kegiatan-
                kegiatan internal gereja, tetapi juga pemberitaan Injil Tuhan ke berbagai suku yang ada di Indonesia.

Sabtu, 19 November 2011

OPINIKU

 INGAT! usaha seorang pelatih sepakbola untuk membentuk tim yang baik adalah MENJADIKAN SEBELAS ORANG MENJADI SATU, sehingga timnya itu memposisikan dirinya di masing-masing tempat di rumput hijau sehingga menjadi efektif, hidup dan meraih apa yang menjadi impiannya.

INGAT! Ketika Tuhan Yesus ke bumi, Ia membawa SATU visi yaitu menjangkau orang berdosa agar mereka SELAMAT dan memperoleh hidup kekal. Oleh karena Ia memuridkan DUABELAS ORANG agar mereka MENJADI SATU tim untuk melanjutkan dan mencapai sasaran itu. Puji Tuhan, sejarah gereja menunjukkan akan hal ini hingga hari ini. Itulah sebabnya, DOA Tuhan Yesus sebagai GURU sekaligus TRAINER bagi para rasul itu dalam Injil Yohanes 17 menunjukkan akan hal itu.

SEKARANG! Apa yang dilakukan oleh PIMPINAN sinode bagi semua umat (penginjil, pendeta, gembala, jemaat)? Apakah memperSATUkan dan membawa mereka untuk mencapai SATU sasaran? Ataukah mencari JALAN sendiri-sendiri? Lantas, Apa yang dapat mempersatukan seluruh elemen GIDI yang ada? Silahkan ditanggapi berdasarkan realita yang ada SEKARANG ........

Sabtu, 29 Oktober 2011

BAHAN CERAMAH



REALITAS DAN RESPONS
DALAM MENJAWAB TANTANGAN JAMAN DENGAN MEMAKSIMALKAN PERANNYA SEBAGAI GENERASI MUDA



Oleh
Bapak Lenis Kogoya
Evangelist National Evangelical Church
Jogjakarta Area and Central Java


DIPRESENTASIKAN KEPADA
JEMAAT SAMARIA GIDI YOGYAKARTA
PADA PENERIMAAN PEMUDA PEMUDI DI JEMAAT SAMARIA
GEREJA INJILI DI INDONESIA YOGYAKARTA

































       LOSMEN ANOMA PARANGTRITIS YOGYAKARTA
TANGGAL 14 - 15 OKTOBER 2011

Sekretariat : Jl. Solo Km.10. No.14 RT 07/RW 2 Sorogenen II Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta 55571
Telpon : 0274) 4986775 ; Contact Person : 081392473308 or 085228777830
HISTORICAL, REALITAS, PROBLEMA & RESPONS
JEMAAT SAMARIA GIDI YOGYAKARTA
I.       Latar Belakang dan Perkembangan Gereja Injili Di Indonesia
Irian Jaya merupakan sebuah pulau yang terletak di bagian timur negara Republik Indonesia. Sekitar tahun 1950an tanah ini tengah dikuasai dan dipimpin oleh pemerintah Belanda, pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Dan situasi keamanan pulau ini belum stabil, sehingga dikendalikan sepenuhnya oleh penguasa saat itu. Sementara itu para badan misi tengah berjuang untuk memasuki tanah Irian Jaya, dengan adanya kabar bahwa sedang ada penduduk pegunungan tengah yang belum diterangi dengan Injil. Hal ini terlihat jelas dari perjuangan dan keberanian seorang misi yang bernama Ebenezer Vine yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua misi RBMU, yang berkali-kali mendatangi pemerintah Belanda untuk mendapat ijin masuk di tanah ini,[1] terutama daerah pegunungan tengah.
Dan perlu diketahui bahwa pada waktu itu sudah 102 tahun atau kurang lebih satu abad Injil sudah masuk di tanah Irian Jaya, tepatnya di pulau Mansinam di Manokwari terhitung dari 05 Februari 1855. Namun demikian, penduduk yang berdomisili di sepanjang pegunungan tengah Irian Jaya belum dijangkau oleh masuknya Injil tersebut. Karena itu Roh Kudus sebagai sentral pelaksana misi pertumbuhan gereja itu terus mendorong para hamba-Nya (misionaris) untuk memasuki daerah tersebut, sehingga akhirnya dijinkan untuk masuk di Irian Jaya oleh pemerintah Belanda. Kemudian dengan menghadapi berbagai tantangan dan problema, para misi tersebut memulai pelayanan pada tahun 1953. Problema yang paling mendasar adalah dengan belum adanya landasan penerbangan, sehingga para misionaris mengalami kesulitan. Namun demikian, dengan berkat Tuhan danau asbol disiapkan Allah untuk menjadi jalan anugerah Allah, guna menerangi wilayah pegunungan tengah dengan Injil Kristus, yang mana sedang diselimuti oleh kegelapan dan yang dihantui oleh tipu muslihat iblis itu. Dan itu terjadi setelah 3 tahun kemudian berhasil memasuki dan memulai pelayanan daerah pegunungan tengah.

II.    Pendiri Gereja Injili Di Indonesia.

Jadi Gereja Injili Di Indonesia merupakan hasil ketaatan dari tiga badan missi pada Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus (Mat. 28 :19-20; Mrk. 16 :15; Luk. 24 :47,48; dan Kis ras. 1 :8). Ketiga badan mssi tersebut adalah: (1). Asia Pacific Christian Mission (APCM), (2). Unevangelized Fields Mission (UFM) kini dikenal dengan sebutan Cross World, (3). Regions Beyond Missionary Union (RBMU) kini dikenal dengan sebutan World Team.[2] Ketiga badan ini merintis pekabaran Injil di pedalaman Irian Jaya yang dimulai pada tahun 1957.[3] Kemudian pada tahun 1963 gereja ini didirikan sebagai salah satu denominasi di Indonesia dengan nama Gereja Injili Irian Barat (GIIB) sesuai dengan nama Irian Barat. Kemudian ketika Irian Barat kembali ke pangkuan pertiwi, nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, sehingga secara otomatis nama denominasi ini berubah menjadi Gereja Injili Irian Jaya (GIIJ). Dua puluh lima tahun kemudian nama denominasi ini berubah lagi menjadi Gereja Injili di Indonesia (GIDI), yakni ketika sidang raya sinode GIIJ yang ke- XIII bulan Juni 1988 di Karubaga, Jayawijaya. Perubahan nama gereja ini terjadi karena pelayanan GIIJ sudah keluar dari Irian Jaya ke pulau lain di nusantara ini, yaitu di pulau Jawa tepatnya di Yogyakarta dengan pendirian gereja lokal yang disebut jemaat Samaria. Kemudian menyebar ke Barat dan ke Timur pulau Jawa sampai di Bali dan Lampung. Selain itu juga menyebar ke Aceh dan Kalimantan. Kemudian berkembang lagi di beberapa negara seperti Papua New Guinea (PNG) dan Australia. Kemudian 5 tahun yang lalu GIDI, tepatnya pada tanggal 20 Nopember 2006 telah mengadakan memoradum of understanding (MoU) dengan Gereja Anak Domba di Yerusalem.

III. Penghambatan terhadap Jemaat Samaria Gereja Injili Di Indonesia
Perlu diingat bahwa perkembangan dan pertumbuhan gereja ini tidak terjadi bebas dari tantangan dan masalah. Karena itu meskipun gereja ini mengalami berbagai kendala dan tantangan atau cobaan, namun tetap eksis dalam ketaatannya pada Amanat Agung Tuhan Yesus, sehingga terus bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Dalam hal ini  seperti yang dikatakan oleh Richardson dengan melihat kenyataan perkembangan sekarang bahwa ”sekalipun masih perlu banyak penyesuaian, namun masyarakat Dani tampaknya telah berhasil terjun dengan selamat dan tetap tumbuh dengan baik.”[4] Hal ini dikatakannya setelah melihat ketaatan dalam mengutamakan pelaksanaan amanat agung dengan menghiraukan segala kendala, kekurangan dan keterbatasan bahkan tantangan yang ada. Karena itu perlu saya garis bawahi di sini segenap warga jemaat Gereja Injili Di Indonesia memiliki kepeduliaan yang sangat mendalam terhadap ketaatannya pada amanat agung yang dinyatakan melalui sikap dan rasa nasionalisme GIDI yang  sangat mendalam yang dimiliki oleh warga denominasi tersebut. Ini telah dan sedang terjadi dengan kesungguhan hati oleh seluruh jemaat GIDI dengan mengabaikan sederetan persoalan dan tantangan seperti, keterbatasan, kekurangan dan sebagainya. Hal inilah yang diakui oleh para pengamat dan pelaksana misi lintas budaya sedunia, sebagaimana diakui oleh Donn Richardson di atas dan John Dekker. Sebab dalam ketaatannya, Amanat Agung Tuhan Yesus menjadi perhatian utama dalam pelayanan di gereja ini, yang dibuktikan selama kurang lebih 48 tahun ini, di mana telah menjangkau banyak suku baik di seluruh tanah Papua maupun di seluruh negeri ini sebagaimana yang disebutkan di atas, sehingga GIDI menjadi milik semua suku, bahasa dan bangsa.
Di dalam menghadapi tantangan dan hambatan dalam pelayanan gereja ini, perlu diingat bahwa Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya ketika di bumi pernah membuat suatu pernyataan yang bertolak dari pengakuan iman sejati rasul Petrus, bahwa ”Sebab itu ketahuilah, engkau adalah Petrus, batu yang kuat. Dan di atas alas batu inilah Aku akan membangun gereja-Ku, yang tidak dapat dikalahkan; sekalipun oleh maut! ” (Mat. 16:18, BIS). Tuhan Yesus dengan kaca mata Allah telah mengetahui bahwa gereja-Nya akan mengalami penghambatan, sebab wadah institusi tersebut merupakan institusi ilahi yang dihadirkan di bumi, yang akan menghadapi berbagai problema. Karena itu dalam pernyataan-Nya, bahwa meskipun demikian kuasa maut tidak akan mengalahkannya. Hal itu diperkuat dengan sebuah janji yang pasti, yang disampaikan ketika Yesus memberikan amanatNya bahwa  Dia akan menyertainya hingga akhir zaman (Mat. 28:20). Dan fakta dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan gereja menunjukkan, bahwa penghambatan terhadap gereja Tuhan itu sungguh-sungguh terjadi, namun hal itu tak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan gereja hingga kini.
Bagian dari pernyataan Tuhan Yesus dan fakta atas sejarah gereja tersebut, maka Gereja Injili Di Indonesia jemaat Samaria telah menghadapi suatu hambatan yang cukup besar. Penghambatan tersebut datang dari pihak luar atas kecerobohan dan ketidakjelihan umatNya, yaitu di mana keberadaan gedung gereja dan kegiatan ibadah jemaat tersebut diresolusi pada tahun 2000. Resolusi tersebut diadakan dengan alasan tidak memiliki Ijin Membangun Bangunan tempat ibadah (IMB). Pada akhirnya gedung gereja Samaria ditutup dan dilarang mengadakan kegiatan ibadah di dalam gedung tersebut hingga sekarang. Dan peristiwa tersebut terjadi ketika pertumbuhan dan perkembangan jemaat sangat subur, terutama di wilayah Prambanan dan sekitarnya, bahkan di seluruh wilayah Yogyakarta.
Dan dengan adanya peristiwa tersebut jemaat Samaria GIDI Kalasan Yogyakarta dibubarkan, sehingga sampai saat ini ada yang bergabung dengan gereja lain, ada yang memilih untuk tidak beribadah, tetapi ada juga yang tetap bertahan dan beribadah di jemaat Samaria dengan kondisi yang berbeda. Kemudian dalam perkembangannya jemaat Samaria tetap bertahan dengan mengadakan kegiatan ibadah rutin dan melaksanakan kegiatan misi dengan cara kontrak dari rumah ke rumah di wilayah Kalasan sampai saat ini. Sebab para hamba Tuhan dan jemaat sadar sepenuhnya bahwa peristiwa tersebut merupakan suatu dinamika dalam pertumbuhan dan perkembangan gereja, sehingga semangat melaksanakan amanat agung tetap ada dan mengeksiskan gereja di Yogyakarta melalui pertolongan kuasa Roh Kudus.  

IV.  Tantangan Gereja Injili Di Indonesia Sekarang
Gereja merupakan suatu komunitas baru yang terkumpul melalui karya penebusan Kristus di kayu salib. Gereja merupakan kumpulan insan-insan yang mengakui dan menerima pengorbanan Kristus sebagai wujud penyataan kasih Bapa di sorga. Dan gereja juga merupakan institusi ilahi yang dihadirkan melalui kehendak-Nya untuk menjadi partner Allah demi terwujudnya rencana dan tujuan Allah bagi dunia. Oleh karena itu perlu diketahui bahwa tugas gereja yang paling utama adalah mentaati Firman Allah dengan cara melaksanakan Amanat Agung atau meneruskan misi Kristus bagi dunia, supaya semua lidah datang bertekuk lutut dan mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan, sehingga nama Allah dipermuliakan.
Itulah sebabnya sejak lahir dan didirikan sebagai sebuah denominasi gereja di nusantara ini, Gereja Injili Di Indonesia telah mengambil posisi dan berkomitmen sebagai pelaksana amanat agung dengan mencantumkan sebuah motto sebagai watak dan ciri khasnya, yaitu “menjadi saksi Kristus” sesuai Kisah Para Rasul 1:8. Dan hingga kini GIDI telah dan tengah berada dan bertekad pada panggilannya pelakasana Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus hingga sekarang. Karena itu bagian berikut akan dijelaskan secara singkat tantangan yang dihadapi oleh gereja, baik secara umum maupun gereja lokal di Yogyakarta, kemudian akan direspons dengan beberapa bagian terutama menyangkut keunikan-keunikan yang ada;

A.      Secara umum
Memang perlu digarisbawahi bahwa gereja merupakan wadah baru dan kudus yang dihadirkan Allah di bumi dengan maksud yang khusus, bukan dari dunia. Maksud kehadiran lembaga kudus ini sungguh baik dan unik. Namun yang menjadi tantangan dan permasalahan yang sesungguhnya merupakan bagian dari panggilan dan ketaatannya adalah:
1.      Terjadinya benturan-benturan serius akibat dari terjadinya penginjilan lintas budaya, lintas bahasa dan lintas negara yang membutuhkan figur yang mampu menjawab tantangan pada era ini.
a.       Luasnya wilayah pelayanan (suku, bahasa, budaya, pulau, negara dsb)
b.      Visi gereja yang terlalu umum (visi harus dari Tuhan dengan spesifik, terjangkau, terencana dan )
c.       Peraturan dan Rumah Tangga yang saling bertentangan antar suku dan wilayah pelayanan yang ada
2.      Minimnya kaderniasi dan kurang terpanggil hamba Tuhan dan penginjil yang mau melayani secara penuh waktu atau full time, sehingga terjadi krisis leadership dan minimnya Abdi Tuhan di dalam denominasi GIDI.
a.       Terjadinya penyediaan lahan dan lapangan kerja oleh dua lembaga besar di Papua, yaitu Pemerintah dan Gereja yang menuntut sumber daya manusia, bukan hanya dari segi kuantitas, melainkan juga secara kualitas dan siap pakai;
b.      Kurangnya perhatian atau terjadi pembiayaran kepada alumni dan mahasiswa teologia asal GIDI se Indonesia;
c.       Kurangnya perhatian terhadap sumber daya manusia, terutama Abdi Tuhan baik program kadernisasi calon pemimpin, maupun peningkatan kualitas hamba Tuhan melalui training atau seminar Abdi Tuhan;
d.      Terkesan bahwa sangat lamban di dalam hal tanggap dan respons kepada sikon daerah dan negara di dalam mempersiapkan para pemimpin gereja;     
3.      Dengan perkembangan perpolitikan di negeri ini, membentuk watak dan karakter serta sikap generasi masyarakat yang sangat bertolak belakang dengan maksud sesuangguhnya. 
a.       Dampak positif dan negatif dengan adanya pemberlakukan UU OTSUS Papua tahun 2001 (menurut hemat saya, lebih banyak berdampak kepada hal-hal negatif. Misalnya: membentuk karakter generasi yang egois, angkuh, tak puas diri, tidak tahu berterima kasih dan tamak, sehingga menganggap remeh pekerjaan Tuhan yang mulia ini);
b.      Memperuncing issue sukuism, daerahism, kepentingan kelompok atau golongan dengan menghilangkan sikap kebersamaan dan kekeluargaan;
c.       Terjadinya kemunduran dan rasa nasionalisme tetapi terjadi kompromistis antara pejabat orang asli Papua dan para pemimpin gereja kepada aturan pemerintah dengan tidak membela hak-hak OAP;

B.      Respons
Ketiga hal inilah menjadi tantangan sekaligus menjadi prioritas utama dalam tubuh GIDI secara denominasi yang harus dihadapi. Gereja sebagai istitusi ilahi tidak boleh ikut bermain dan juga tidak boleh menghindar dari realitas tersebut. Gereja baik secara lembaga maupun individu seharusnya mengambil posisi dan sikap sebagai fungsi kontrol dan wakil Allah di dalam pengendalian roda kehidupan masyarakat dan umat manusia seutuhnya. Kalau demikian,
Ø  Apakah gereja harus mengubah visi dan misi dengan menarik diri?
Ø  Siapakah yang harus menjawab dan kepada pundak siapakah tantangan GIDI harus diletakan?
Ø  Kenapa tantangan dan problema ini terjadi?
Ø  Dari manakah harus di mulai?
Ø  Bagaimanakah caranya untuk menjawab tantangan ini?

Biarlah pertanyaan ini menjadi diskusi dan renungan kita bersama!


C.      Realita GIDI Yogyakarta
Di sini dijelaskan secara singkat tentang kondisi rill GIDI Yogyakarta sejak hadir hingga saat ini. Dalam penjelasan ini memberikan gambaran umum dan profile eksistensi GIDI di Yogyakarta. Maksud penjelasan singkat ini adalah agar generasi demi generasi memahami dan menyatakan perbuatan tangan Allah yang ajaib ini, sehingga dapat memberitakan dan disaksikan kepada generasi lain. Selain itu juga agar menanamkan serta menumbuhkan rasa nasionalisme generasi dengan mengambil bagian dalam sejarah perjuangan GIDI di Yogyakarta. Realita eksistensi GIDI Yogyakarta adalah sebagai berikut;

v  Even-even penting dalam sejarah perjuangan GIDI Samaria Yogyakarta
1.      GIIJ hadir di pulau Jawa sejak dua puluh lima tahun yang lalu melalui mahasiswa asal GIIJ yang studi di STTII Yogyakarta angkatan 85/86;
2.      GIIJ berubah nama menjadi GIDI pada sidang raya sinode GIIJ yang ke- XIII bulan Juni 1988 di Karubaga, Jayawijaya setelah mendengar bagaimana Allah berkarya melalui laporan pelayanan mahasiswa tersebut;
3.      GIDI eksis di Yogyakarta secara permanent dengan berdirinya gedung gereja lokal yang diberi nama “jemaat Samaria GIDI Kalasan” dan berkembang hampir di seluruh wilayah Yogyakarta, bahkan sampai menyebar di wilayah Jawa Tengah;
4.      GIDI Samaria Yogyakarta mendapat hambatan dan tantangan melalui FPI (Front Pembela Islam);
5.       GIDI tengah berada dalam masa transisi selama kurang lebih delapan tahun hingga bulan Juni tahun 2008;
6.      GIDI dimobilisasi untuk bangkit dari masa transisi tersebut pada bulan Juli tahun 2008 hingga kini;
7.      GIDI sedang membenahi dan membuka diri kepada masyarakat kota Yogyakarta dan kepada beberap gereja cabang dengan berbagai program dan cara hingga saat ini;   

v  Amanat yang diemban oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.      Membenahi dan menata diri dalam berbagai sektor dengan mengukur kapasitas dan kemampuan secara internal;
2.      Mengangkat sejarah GIDI Samaria yang terlupakan, yang sesungguhnya karya Allah yang besar tersebut;
3.      Membina generasi dan para calon kader GIDI bahkan para generasi Papua yang sedang studi di Yogyakarta;
4.      Menjadikan central pemberitaan injil baik provinsi daerah istimewa Yogyakarta maupun provinsi Jawa Tengah;
5.      Menyatukan para Abdi Tuhan dan mempererat panggilan Kristus;

v  Sasaran dan Harapan yang diimpikan oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.      Supaya jemaat Samaria GIDI Yogyakarta tetap eksis sebagai tonggak historis dalam pertumbuhan dan perkembangan GIDI se nasional;
2.      Supaya menghasilkan para pemimpin daerah yang takut akan Tuhan dengan memiliki ciri dan corak: imanI, melayanI dan pedulI yang disingkat dengan “I Three In One”;
3.      Supaya mendirikan tiga sampai empat gereja cabang atau pos PI di seluruh wilayah Yogyakarta;

v  Keunikan dan Modal yang dimiliki oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.      Segi Keutuhan: Warna Tubuh Kristus dalam wadah GIDI sangat terlihat dan kental di jemaat Samaria GIDI Yogyakarta, yang dipertahan dan dipelihara (realita ini kebalikan dari realita GIDI Papua);
2.      Segi Personil: Jemaatnya rata-rata para calon pemimpin yang akan memimpin banyak orang. Selain itu memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dalam keterlibatan dan perkembangan jemaat Samaria GIDI Yogyakarta;
3.      Segi Eksistensi: Keberadaan jemaat Samaria GIDI Yogyakarta sangat strategis, yaitu berada di Yogyakarta sebagai barometer dan pusat studi se Indonesia;
4.      Segi Historis: Jemaat Samaria GIDI Yogyakarta merupakan jemaat yang bersejarah di dalam perkembangan GIDI;
5.      Segi Lingkungan: Jemaat Samaria GIDI berada di tengah-tengah masyarakat yang cukup ramah, berbudaya, beradab, toleran dan agamis bahkan masyarakat yang cukup menghormati budaya lain, yang secara tak langsung mempengaruhi kehidupan jemaat;   

v  Diskusi lain
1.      Kehadiran di Yogyakarta bukan secara kebetulan, teapi merupakan bagian dari rancangan Tuhan;
2.      Komunikasi dan harmonisasi gereja dengan pemerintah setempat, gereja-gereja tetangga dan mahasiswa Papua maupun mahasiswa lain terjalin dengan cukup baik;
3.      Realita banyak perubahan dan perkembangan yang positif baik segi spiritual life secara intern maupun kondusifitas kota Yogyakarta berkenaan dengan anak-anak Papua;
4.      Melibatkan para generasi muda GIDI untuk ikut mengambil bagian tanpa perbedaan dan batasan;
5.      Menjadikan generasi muda GIDI yang berkeyakinan kokoh kepada Kristus dan berhati hamba yang mau melayani tetapi juga memiliki kepekahan tinggi dengan menjadi seorang pribadi yang analis, kritis, dan responsif di dalam menanggapi tantangan ini dan menjadi seorang pribadi sebagai inisiator, kontributor dengan segudang ide dan gagasan yang inovatif di dalam memberikan solusi kepada perkembangan gereja.

V.     Kesimpulan
Perlu diingat dan diketahui bahwa sudah 48 tahun Gereja Injili Di Indonesia dengan tetap taat berkomitmen kepada misinya. Sejak gereja didirikan sebagai sebuah denominasi di negeri ini, tetap mengambil posisi untuk memuliakan Allah dengan hidup sebagai pelaksana amanat agung Tuhan Yesus. Hal ini terlihat jelas dengan realita, bahwa semua warga Gereja Injili Di Indonesia memiliki watak sebagai saksi Kristus di manapun keberadaannya. Dan itulah yang menyebabkan hampir kurang lebih lima dekade ini gereja tetap pada komitmennya, yaitu menjadi gereja misioner. Kenyataan ini memang tak dapat diragukan lagi, sebab memang begitu adanya. Oleh karena itu patut disyukuri oleh semua pihak dan warga Gereja Injili Di Indonesia untuk panggilan dan penghargaan Kristus tersebut.   
Panggilan dan pelaksanaan misi Kristus merupakan tugas dan amanat Allah yang besar dan mulia sekaligus memiliki konsekuensi yang besar. Dan misi tersebut menuntut harga yang harus dibayar sebagaimana Kristus berkorban demi penyelamatan dunia. Oleh karena itu di dalam melaksanakan visi besar ini pasti ada tantangan besar pula yang harus dihadapi oleh gereja.
Di dalam menjawab tantangan jaman dan penyelesaian persoalan tersebut, Gereja menjadi solusi dan cara satu-satuanya dan bukanlah alternatif. Realita yang terlihat selama ini, bahwa gereja selalu menjadi alternatif dari sekian banyak pilihan sehingga tidak difungsikan secara baik dan tidak ditempatkan pada posisi dan fungsi gereja sesungguhnya. Gereja harus menjadi jawaban dan tempat pengaduan setiap persoalan. Gereja bukan penyebab masalah dan bukan pula tempat penyaluran kritikan yang merupakan pelampiasan kekecewaan dan ketidakpuasan yang bertolak dari sikap tidak percaya kepada gereja, baik menyangkut lembaga dan sikap oknum. Namun demikian, diharapkan bahwa gereja sebagai institusi ilahi, tetap diakui sebagai jalan satu-satunya dalam penyelesaian persoalan di dalam menghadapi tantangan. Gereja memang tidak dapat diragukan lagi sebab misinya jelas, hukumnya jelas, kepalanya jelas. Jadi tidak dicampur adukan dengan sikap oknum hambaNya.        
Oleh karena itu, setelah melihat tantangan yang dihadapi saat ini dan realitas sejarah perjuangan gereja dengan keunikan-keunikannya, maka GIDI Yogyakarta menjadi jawaban. Namun semuanya itu tergantung dari bagaimana kesadaran dan penerimaan diri kita sebagai generasi muda. Dan tergantung pada bagaimana cara kita menyikapi persoalan tersebut. Jadi yang perlu direnungkan oleh Anda sebagai generasi adalah:
ü  Apa yang terjadi?
ü  Siapa saya?
ü  Mengapa ini terjadi?
ü  Saya ada di mana?
ü  Bagaimana cara saya menjawab?
ü  Dan Apa yang harus saya lakukan?      

“sEOrAng pEmImpIn yAng bAIk AdAlAh tIdAk hAnyA tAhU, mElAInkAn mAmpU mEmUlAI UntUk mElAkUkAn sEsUAtU trEbOsAn dEngAn mEnghAdApI ApApUn gEsEkAn.”


SauDaRaKu, JaNGaN LuPa BaHWa  Di DaLaM TeRJaDiNYa SuaTu PeRuBaHaN DaN PeMBaHaRuaN, TeNTu aDaNYa GeSeKaN.


Apabila tantangan ini menjadi tantangan dan masalah sudara, maka berjanjilah kepada Tuhan dengan mengatakan “here am I, to use me.”




ooooo00000OOOOO00000ooooo


[1]Larkin, James. Sejarah Gereja Injili Irian Jaya (Sentani: STAKIN, 1999), 1.

[2]James F. Larkin. Mondus: Sejarah Gereja Injili Irian Jaya (Sentani: STAKIN, 1999), 1
[3]Lion Dillinger. Ala Wone Alom Kole Mamunik: Kristen Apit Abet Mbariyak Wone. (Yogyakarta: Percetakan ANDI Offset, 1994): 8
[4] Dekker, John & Lois Neely. Obor Sukacita,  vii